Friday, November 19, 2004

Arti dari Konversi


(Suresh Desai, seorang penulis dan jurnalis, menerima undangan untuk berbicara menurut persepsinya terhadap aktivitas-aktivitas Misionaris di Seminari St. Pius, Mumbai, 10 Maret 1997. Seminari ini melatih umat Kristen yang akan menjadi pendeta. Para peserta terdiri dari 70 sampai 80 calon pendeta, Pendeta Julian yang juga mengajar di kampus, adalah rekan dari Mr. Arvind Singh dari Hindu Vivek Kendra. Pendeta Julian memperkenalkan Suresh Desai kepada para hadirin). Suresh Desai menyampaikan pidatonya berikut ini:

Pendeta Julian tadi mengatakan bahwa kebiasaan Kristen untuk mengundang penganut agama-agama lain dan memahami pandangan serta persepsinya. Saya sangat gembira dengan kebiasaan ini karena hal ini sesuai dengan tradisi Hindu bukan hanya memahami pandangan orang lain tetapi juga menghargai, beradaptasi dan berasimilasi dengan kebaikan mereka.

Saya mengucapkan terima kasih kepada tuan Norbert De Sousa, National President of AICU dan Pendeta Julian atas undangannya untuk datang ke tempat ini memberikan pandangan-pandangan saya terhadap aktivitas-aktivitas misionaris.

Sebagaimana hadirin ketahui saya adalah seorang Hindu dan saya sangat tertarik kepada tradisi dan peradaban Hindu yang merupakan peradaban tertua di dunia yang masih ada. Hal yang paling menarik dari pemikiran Hindu adalah universalitas alamiahnya yang tidak membatasi, tidak tertuju kepada area geografis dan waktu tertentu atau hanya kepada masyarakat yang dinyatakan sebagai pemeluk Hindu atau yang percaya kepada kuil Hindu. Saya bukan seorang yang religius, tidak mengikuti pemujaan dewa-dewa, tidak percaya kepada ritual-ritual, tidak pergi ke pura dan masih saya akui bahwa saya seorang Hindu yang beriman dan diterima oleh lingkungan Hindu saya. Persepsi-persepsi saya tentang kerja misionaris, oleh karenanya, tidak dapat dielakkan merupakan pengaruh kedekatan saya dengan budaya Hindu.

Saya adalah penduduk Goa, dimana ajaran Kristen memiliki peran penting dalam hal keagamaan, budaya, di berbagai tingkatan politik juga sosial. Disinilah aktivitas misionaris mendapatkan momentumnya empat ratus tahun yang lalu melalui Francis Xavier dan Pendeta Stevens. Sebagai siswa kami secara bebas berbaur dengan teman-teman kami yang Kristen yang leluhurnya adalah Hindu dan dikonversi/dialihkan keyakinannya kepada Kristen sejak beberapa generasi yang lalu. Dalam tinjauan kembali saya menemukan bahwa rentang waktu mereka hingga kini sebagai sebagai seorang Kristen tidak sama sekali meningkatkan spiritualitas juga status sosial-ekonomis mereka. Peningkatan mulai tumbuh saat kebangkitan kemerdekaan dari penjajahan Portugis di tahun 1962. Banyak dari mereka kini memiliki rumah-rumah tipe bungalow, mobil-mobil pribadi, memberi nama-nama Hindu kepada anak-anak mereka dan terkenal tidak tertarik dengan hal keagamaan.

Dalam pikiran saya, sebagaimana pikiran setiap orang yang mengenal sejarah Eropa, aktivitas-aktivitas misionaris dan Kristenisasi tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan pengadilan untuk mencari dan menghukum orang-orang yang melawan ajaran Kristen, dengan sikap tidak toleransi terhadap ilmu pengetahuan, dengan nasib dari Galileo, Copernicus, Bruno, Santa Jeanne d’Arc, pembakaran sejumlah perempuan yang dianggap sebagai penyihir, dengan perang salib, dan ribuan korban inkuisisi di Goa. Ada sesuatu seperti ajaran sesat/bidah, dan orang bidah bukan hanya dalam Kristen tetapi juga di agama-agama semit yang lain seperti Islam, dan jika saya boleh katakan, dogma Marxisme, disamping Kitab Suci dan Nabi.

Ketika kalian sedang bekerja di negeri dari sebuah agama yang tua yang dominan dan mencoba mengabarkan ajaran-ajaran Jesus dan mengkonversi banyak orang yang setelahnya tidak lagi memiliki akar budaya, tidak dapat dielakkan lagi dan juga meyakinkan bahwa semua aktivitas kalian terlihat mencurigakan dan dihubungkan dengan motif yang sangat fundamental, yaitu, merubah keyakinan orang-orang kepada keyakinan kalian. Pengasingan budaya di sebuah negeri seperti India dimana nasionalisme berlandaskan kekayaan kultur dan peradaban, menciptakan suasana panas seperti di perbatasan Timur Laut. Pada akhirnya, apakah tujuan dari konversi? Di tingkat spiritual, konversi dari satu agama kepada agama lain sangat tidak berarti kecuali motivasinya adalah keduniawian.

Mereka yang bekerja dengan motif tersembunyi harus membetulkan, menyesuaikan kembali dan melihat kembali strategi-strateginya sesuai dengan perubahan waktu yang telah berubah dengan sangat cepat selama puluhan tahun. Perubahan strategi tetapi bukan motifnya. Perubahan strategi sering kali diperhitungkan sebagai perubahan dasar dalam cara pandang, yang salah. Perubahan mendasar hanya bisa muncul dari merumuskan kembali segala tujuan. Jika motif dasar dari misionaris masih tetap untuk membawa penganut Hindu beralih ke Kristen, tidak ada perubahan dalam strategi apakah inkulturasi, akulturasi atau dekulturasi, akan membebaskan mereka dari celaan, meskipun teologi liberal dan penerimaan dari penyelamatan melalui agama-agama lain kecuali cara rohaniawan atau teosentris. Keadaan-keadaan ini seperti membelah rambut, murni dan sederhana.

Inkulturasi bukan konsep baru. Ketika Pendeta Stevens menulis Kristapurana di Marathi 400 tahun yang lalu dengan gaya Dnyaneshwar, beliau memberikan contoh yang hebat dalam inkulturasi. Tujuannya adalah mempromosikan ajaran Kristen kepada penduduk asli.

Peradaban Hindu adalah sebuah gerakan berkelanjutan yang menakjubkan. Dalam perjalanannya lebih dari tujuh ribu tahun ia mengganti langkah dengan tak terhingga, berbagai perubahan mata pencaharian, penghidupan, pertanian, dan memasuki era pembangunan industri. Tidak semua orang melangkah maju. Banyak yang tertinggal karena ketidaktahuan atau karena pilihannya sendiri. Sedemikian banyak tertahan dalam pra agrikultur, tingkat mengumpulkan makanan (food gathering), dan sejumlah orang yang berbudaya agrikultur dan hanya sedikit daripadanya yang memasuki dunia modern. Tak seorangpun mampu mengatakan kapan dimulainya semua ini. Keseluruhan proses ini adalah sanatana, tanpa permulaan yang pasti. Saya sekali lagi mengingatkan kalian bahwa Hinduisme bukanlah sebuah agama sebagaimana di dalam buku pemikiran kaum Semit. Oleh karenanya, Mahkamah Agung telah mengatakannya sebagai jalan hidup yang menyeluruh.

Ketidakseimbangan pembangunan dari proses ini telah meninggalkan beberapa orang dalam budaya agrikultur, pra-agrikultur, perkampungan, nomaden dan bahkan tingkat di bawahnya. Itulah mengapa masih ada kantong suku (tribal). Bagaimanapun yang mendasari keberlangsungan proses ini karena mereka mengikuti arus yang sama dari Hinduisme. Imperialis Inggris memiliki ide-ide yang lain. Mereka ingin menabur benih perbedaan, pertikaian dan perpecahan dalam masyarakat Hindu untuk mengabadikan kekuasaan mereka. Itulah mengapa pada tahun 1871 sensus menggambarkan kaum tribal (suku) sebagai penganut animisme. Animisme memiliki arti masyarakat yang memuja roh dan mengambil hati/roh. Karenanya sungguh sulit menegaskan kapan Hinduisme berakhir dan tribalisme mulai.

Saya memberi sebuah contoh kejadian. Saya membaca Bhagavad Gita dan Upanisad. Saya meyakini pemikiran Hindu, saya mengenal dengan baik ide tentang Tuhan. Tetapi ketika saya pergi ke desa, saya melihat disana keponakan saya melakukan yoga untuk bermeditasi di pagi hari dan memuja roh para leluhur, Kuladewata, Gramadevata, Vetala dan Cobra di sore hari. Apakah kalian akan mengatakan bahwa mereka Hindu di pagi hari dan penganut animisme di sore hari? Beberapa dari mereka memahami dengan sangat baik nuansa kelembutan dari filsafat Hinduisme. Bahkan Ramakrisna Paramahansa, Swami Vivekananda dan Mahatma Gandhi secara organis melakukan apa yang kalian sebut dengan animisme dari masa lalu. Hinduisme adalah proses evolusi yang berkelanjutan lebih dari ribuan tahun yang lalu. Beberapa orang naik dengan elevator, beberapa orang naik bertahap dari satu anak tangga ke anak tangga yang lain. Tetapi mereka orang-orang yang sama. Hinduisme bangkit dari animisme kepada kehalusan dan kegemilangan filsafat Gita dan Upanisad.

Tribal oleh karenanya tak salah lagi adalah penganut Hindu. Ada banyak Dewa-dewa dari masing-masing suku (tribe) dalam kuil Hindu. Vithoba, Viroba, Giroba, Khandoba, Mhasoba, Satwai, Jokhai dan banyak lagi dewa-dewa yang masih dipuja. Hinduisme tidak menolak seseorang hanya karena seseorang hanya memuja dewanya sendiri. Gita secara khusus menyebutkan bahwa apapun dewa yang ia puja, apakah Rama atau Siwa atau Govinda, jika ia memuja dengan sungguh-sungguh, maka ia akan mencapai NYA.

Sebuah pertanyaan terus saja mengganggu pikiran saya: Mengapa para misionaris ingin memperbanyak jumlah pengikutnya? Tidak ada bukti bahwa perpindahan keyakinan kepada Kristen meningkatkan spiritualitas. Malahan, kaum Kristen telah membantu kolonialisme dan imperialisme. Dari apa yang saya pelajari dari negara-negara di bagian Timur Laut, saya merasa tujuan misionaris yang utama adalah politik. Saya ingin bukti jika penilaian saya salah. Apa yang terjadi di Amerika dimasa penyerangan para penakluk dari Spanyol seperti Cortez, Pizarro dan Balboa dan kaum Portugis di Goa dan inkuisisi di Goa, menguatkan teori saya bahwa motif utama mereka adalah kekuasaan politik dan agamadigunakan sebagai alat untuk mencapainya. Di negara-negara Latin, semua mengetahui fakta bahwa kaum Jesuit terlibat dalam permainan kekuasaan. Hari ini, Eropa dan Amerika yang merupakan wilayah Kristen telah menolak agama dalam banyak hal. Saya berpikiran misionaris dan pihak gereja harusnya mengalihkan usaha-usaha mereka untuk pertama mengajak mereka kembali kepada Kristen, daripada menghabiskan waktu dan usaha mengkonversi/merubah keyakinan kaum tribal di India. Mengapa mereka tidak melakukannya?

Di waktu yang bersamaan, ada pergerakan seperti New Religion Movement (NRM) yang menyapih kaum Katholik dari gereja-gereja Pantekosta. Kaum Katholik juga tidak ingin domba-domba mereka tersesat ke dalam Protestan. Saya percaya kalian tidak melupakan pembantaian besar-besaran mereka di Paris di hari St.Bartholomew. Jika misionaris Katholik tidak menginginkan kaum Katholik berpindah agama, bagaimana mereka berharap kaum Hindu menyukai para penganut Hindu tertarik pada ajaran Kristen? Pikirkan konteks apa yang Paus katakan selama kunjungannya ke Amerika Selatan bahwa ia ingin menyelamatkan kaum Katholik dari serigala-serigala Protestan.

Sekarang, pertanyaannya bukan berapa banyak pengikut agama ini atau itu. Ada sebuah pemikiran baru yang diungkapkan bahwa agama telah lama menghidupi sarananya. Pertama, karena orientasi kapitalisme dunia, dan kedua, kecuali kepentingan persamaan, karena kemajuan teknologi-ilmu pengetahuan yang cenderung membawa pemikiran manusia sepanjang garis empiris. Bersama dengan agama, pondasi etika juga dilemahkan. Mereka diacuhkan sebagai moralitas kelas menengah. Komunisme dan Fasisme adalah gejala sakitnya dunia.Disorientasi dari moralitas tradisi telah menyebabkan frustasi yang hebat di antara manusia. Kalian sebagai pendeta seharusnya menaruh perhatian pada dilema ini, berhenti memikirkan konversi agama. Akhirnya, saya sekali lagi mengingatkan bahwa umat manusia telah mengabaikan Tuhan dan inilah masalah yang sesungguhnya. Konversi dari sebuah keyakinan kepada keyakinan yang lain dalam konteks ini adalah memalukan. Kita seharusnya dengan persetujuan bersama melakukan usaha untuk meyakinkan bahwa bentangan moralitas agama dan keyakinan yang luhur tidak dihancurkan. Sebagai pendeta, semua kehormatan ini menjadi tanggung jawab kalian.

Berikutnya, dilanjutkan dengan sesi Tanya(T) dan Jawab(J) sebagai berikut :
T: Anda mengatakan semua agama adalah sama. Apakah ada persamaan dalam Hinduisme?
J : Saya tidak mengatakan semua agama adalah sama. Andalah yang mengatakannya. Ada ratusan agama dan cara pemujaan di seluruh dunia dan mereka dalam tingkat evolusi spiritual yang berbeda.

T : Anda mengatakan ada persamaan dalam agama Hindu. Bagaimana dengan sistem kasta?
J : Persamaan adalah sebuah konsep sosial-ekonomi dan sosial-politik dan permasalahan keduniawian. Hal ini tidak relevan dengan usaha masing-masing individu untuk mengenal dirinya sendiri dengan Tuhan. Ini hanya bisa dilakukan pada tingkat spiritual.Sistem kasta murni adalah fenomena sosial dan tergantung kepada sistem produksi khusus dan distribusi surplus. India adalah negara pertama yang membawa produksi agrikultur yang membutuhkan banyak rangkaian tenaga manusia dalam jaringan sosialnya. Hari ini, kota-kota modern dimana produksi industri mendominasi, sistem kasta menjadi lebih lemah dari pada di desa-desa dimana bajak dan sapi masih digunakan.

T : Apakah Anda yakin sistem kasta tidak berlandaskan agama?
J : Ya. Saya sangat yakin. Kasta dan kelas yang ada di semua negara tergantung pada arti produksi dan distibusi surplus. Di Roma, dahulu kala ada wilayah bagi kaum bangsawan dan para budak. Apakah Kristen bertanggungjawab untuk sistem perbudakan ini? Revolusi Prancis muncul karena konflik kasta dan kelas demikian juga Revolusi Rusia dan China. Lebih dari seratus tahun terakhir para penggerak reformasi sosial Hindu telah bekerja keras untuk menghapuskan sistem kasta. Mereka melakukan semua ini akibat pencerahan yang muncul di pikiran mereka, kepedulian terhadap perubahan-perubahan sosial, konteks ekonomi dan politik yang memacu mereka bekerja melawan sistem kasta yang kehilangan relevansinya. Dapatkah salah seorang dari kalian menunjukkan sebuah referensi dimana kasta dihubungkan dengan agama?

T : Bagaimana dengan kaum paria (orang yang di luar kasta)?
J : Dimanakah kaum paria (untouchability) sekarang ini? Di dalam konstitusi kita? Dalam sistem hukum kita? Evolusi sosial kita telah mengambil alih banyak negara. Di setiap tingkat yang berbeda, di dalam proses, mungkin terdapat praktek sosial yang memunculkan penyimpangan-penyimpangan. Semua masyarakat Hindu menentang penyimpangan yang ketinggalan jaman ini.

T : Sudahkah agama Hindu memberi mereka persamaan ?
J : Saya ulangi sekali lagi bahwa persamaan adalah sebuah konsep sosial dan bukan konsep religius. Pada tingkat religius, para pendeta yang memahami Tuhan termasuk Maharesi seperti Chokha Mela, seorang Chamar seperti Rohidas dan banyak pendeta lainnya berasal dari kelas yang miskin dan rendah. Moksa tidak diberikan oleh seseorang. Gita mengatakan bahwa kebijaksanaan berasal dari cahaya yang sama seorang Brahmana, seekor anjing, seekor banteng, seekor gajah dan seekor babi. Hindu memperlakukan mereka semua dengan sama.

T : Apa pendapat Anda tentang penampungan bagi kaum Kristen yang tertindas?
J : Adakah kaum tertindas sesama kaum Kristen? Tidak mungkin. Anda baru saja mengatakan bahwa Hinduisme dan bukan Kristen yang mempercayai kasta. Bagaimana referensi memalukan ini menyangkut kasta umat Kristen yang tertindas? Hal ini adalah sebuah kontradiksi. Kembali kepada penampungan (reservation) ini, apakah ada tempat penampungan di sekolah-sekolah dan institusi otonom kalian bagi kaum Kristen yang tertindas. Kalian mengajak orang-orang ini untuk memeluk Kristen dengan sebuah janji bahwa mereka akan berhenti menjadi kaum tertindas setelah konversi. Sekarang Anda kembali mengusik dan mengabadikan ketertindasan mereka.Kami penganut Hindu sadar, di masa lalu kami menimbun ketidakadilan tentang kaum tertindas dan penampungan adalah sebuah jalan untuk menebus kesalahan-kesalahan ini. Tetapi untuk apa Kristen melakukan penebusan?Mungkin mereka juga melihat perlakuannya yang sama terhadap kaumnya di masa yang lalu. Lalu mengapa kalian tidak mengkonversi mereka? Mereka akan menikmati penampungan ini sebagai lanjutan menjadi kaum Hindu yang tertindas.

T : Anda mengatakan Tuhan dapat dicapai melalui Dnyana dan juga melalui Bhakti. Apakah Bhakti dilaksanakan oleh masyarakat?
J : Masyarakat spiritual cenderung melaksanakan Bhakti. Saya dengan perasaan malu mengatakan umat Kristen yang tertarik dengan jalan penyelamatan sedikit sekali dan diantara kaum Muslim mayoritas mengabaikan perintah Al Quràn dengan terlibat dalam semua jenis kesenangan-memperistri dengan batas empat orang, minuman keras, makan sosis dan mengambil bunga Pathani dari pinjaman mereka. Diantara penganut Hindu juga, para penganut Charwaka mungkin mayoritasnya. Manusia secara alamiah kurang bermoral dan bernafsu dan agama mencoba mengawasi keburukan ini.Orang-orang Hindu yang mampu dalam pengendalian diri akan langsung mencapai Nirguna melalui Dnyana atau Hathayoga seperti Dnyaneswar. Para pemuja yang belum mampu, melaksanakan Bhakti. Teman Dnyaneshwar dan muridnya Namdeo, adalah seorang Bhakti marga dan ada percakapan di antara mereka tentang superioritas Dnyana melebihi atau juga sebaliknya. Suatu hari mereka bersama dalam perjalanan keliling India dan di tengah-tengah musim panas sampai di gurun Rajasthan. Tidak ada air terlihat untuk memuaskan rasa haus mereka. Saat kehausan mereka melihat mata air di kejauhan dan segera kesana. Mata air tersebut sangatlah dalam dan airnya jauh di dasar. Bagaimana mencapainya? Dnyaneshwar melihat kepadanya dengan gembira dan berkata,"Namdeva, sekarang engkau melihat kekuatan Yoga". Ia mengambil simbal dan mulai bernyanyi "Vithal, Vithal". Ketika kidung suci tersebut mencapai puncaknya, air di dasar sumber itu meluap dan memuaskan dahaga mereka. "Itulah kekuatan Bhakti," katanya. Sekarang hal ini mungkin menjadi dongeng, tetapi kita dapat memetik hikmah di dalamnya. Bhakti seefektif Dnyana ataupun Yoga, jika bukan melebihi. Adi Shankaracharya dahulunya adalah seorang Advaita yang kemudian menjadi filsuf, Madhva dan Ramanuja, sebelumnya adalah Dvaitins atau Vishitadvaitins. Mereka mengakui bahwa Tuhan dapat dicapai melalui jalan Bhakti.Sayangnya, hanya sedikit orang sekarang ini yang gelisah dan ingin mewujudkan kehadiran Tuhan, dan seluruh dunia, mereka menjadi pemuja kekayaan.

T : Anda berbicara menentang konversi. Bagaimana dengan umat Kristen yang dikonversi kembali menjadi penganut Hindu?
J : Jika seseorang ingin kembali pulang kepada agamanya dulu, ini bukan konversi. Biarkan mereka kembali seperti anak yang boros (prodigal son, suatu kisah atau ungkapan terkenal dalam agama Ktisten ). (tertawa)

T : Mengapa Anda menentang konversi agama?
J : Mengapa Anda ingin melakukan konversi? Apakah tujuan kalian mengkonversi orang-orang kepada ajaran Kristen dan memperbesar jumlah? Saya dapat memahami peningkatan kualitatif sebuah agama, katakanlah dari Saguna kepada Nirguna atau dari Animisme kepada Bhakti. Agama berarti kerinduan seorang manusia dan usaha-usaha untuk mencapai Tuhan. Ia mungkin melakukannya dengan jalan yang ia pikir cocok baginya. Itulah yang Hinduisme ajarkan-Sarva Deva Namaskara Keshavam Pratigachhati. Tidak penting apakah Anda memuja Wisnu atau Siva sebagai bentuk pemujaan untuk mencapai yang Utama, yang kami sebut dengan Brahman.Agama-agama Semit, apakah Islam, Kristen atau dogma Marxism, haus peningkatan kuantitatif, hanya karena mereka menginginkan kekuasaan politik-materi, tujuan duniawi-dan ingin mengekploitasi agama bagi kepentingannya. Itulah mengapa aktivitas-aktivitas misionaris berkembang di Amerika di bawah perlindungan Para Penakluk dari spanyol dan di India ia mengkuduskan kolonialisme Inggris dan Portugis. Ketika saya berpikir lagi tentang tujuan fundamental dari konversi agama ini, saya mendapatkan jawaban, "Imperialisme".Seperti yang pernah ditulis Francis Xavier bahwa setiap seorang yang baru dikonversi menghancurkan patung-patungnya dan merusak kuil pemujaan dimana ia dahulunya biasa berdoa sebelum konversi, ia sangat senang bahwa ia tidak melampaui batas. Dan orang semacam ini disebut seorang santo! Jika Dnyaneshwar dan Tukaram kami menulis hal yang sama, kami akan menyebut mereka kriminal.

T : Apakah Anda pikir mungkin untuk menyelesaikan permasalahan Hindu dengan kaum Muslim melalui sebuah dialog dengan mereka?
J : Semuanya tergantung perilaku mereka. Hinduisme telah mencapai pemahaman dengan kaum Scythian, Hun, Parthian, Mesir, Parsi dan Yahudi dan tidak memiliki masalah dengan mereka. Tetapi kaum Muslim berbeda. Agama mereka sangat imperialis. Itulah sebab mereka muncul di dunia tahun 622 AD dan pada tahun 732 AD memasuki India., bagian luar perbatasan China, dan menyerbu Eropa. Jika Charles Martel tidak mengalahkan mereka dengan pertempuran secara berkeliling, seluruh Eropa akan menjadi Muslim saat ini.Peradaban dan budaya negeri ini telah ada ribuan tahun sebelum datangnya Islam dan kaum Muslim mengambil pengetahuannya dan bangga dengan budaya kuno serta tradisi-tradisi peradaban dari negeri ini. Kalian mungkin tidak memuja Rama dan Krisna sebagai simbol agama dan saya sendiri juga tidak menganggapnya penting dalam beragama. Tetapi mereka hadir dalam arsitektur tradisi peradaban dan etos negeri ini. Kaum Muslim dan Kristen di India harus mengenal akar budayanya dengan pesan-pesan Ramayana, Mahabharata dan Upanishad. Jika kaum Muslim melaksanakan ini, mereka tidak akan menemui masalah.

T : Jika Bhakti dapat membawa kita menuju Moksha, mengapa orang Hindu melakukan ziarah?
J : Seperti yang telah saya uraikan di awal, orang-orang merasakan Tuhan sesuai kemampuan mereka. Meski mayoritas umat manusia tidak religius dan berorientasi materi, kosmetika dalam beragama juga bagian dari hidup, seperti pergi ke Gereja di hari minggu. Jika orang-orang merasa bahagia dengan hal ini, biarkan mereka melakukannya. Tidak semua orang dapat seperti Paramahansa.
T: Anda mengatakan permasalahannya adalah mengawasi kemerosotan agama dan materialisme. Bagaimana kita dapat melakukannya?
J : Saya tidak berkompeten untuk memberi kalian petunjuk. Saya telah memberikan sebuah usulan dan para pemimpin spiritual sebaiknya mengajak para pengikutnya di seluruh dunia untuk duduk bersama dan mencari pemecahannya. Terorisme, kejahatan, kecabulan, krisis moral – semuanya adalah bagian kemunduran spiritualitas. Kalian akan menjadi pendeta dan kalian seharusnya melakukan sesuatu. Merubah keyakinan seorang Hindu menjadi Kristen atau Kristen menjadi Islam adalah kekanak-kanakan dan tak ada artinya dalam konteks masalah yang lebih besar yaitu mempromosikan spiritualitas di antara sesama umat manusia.
Penerjemah: Tude
Posted by Media Hindu on 2004-09-09 [ print artikel ini beritahu teman ]

0 Comments:

Post a Comment

<< Home